Monday, February 20, 2017

Ketika Ia Katakan Lovy Bukan Prioritasnya

Cerita tentang saya dan Lovy Part 2. Oke, mungkin kali ini saya akan sedikit bercerita tentang part sedih yang dialami saya dan Lovy. Saya juga akan bercerita mengapa saya berpisah dengan ayah kandung Lovy. Nope, saya bercerita bukan untuk membuka luka lama. Saya hanya ingin berbagi dan menguatkan siapapun seorang single parent seperti saya untuk tetap kuat dan melangkah maju meski cobaan demi cobaan kalian hadapi.
            Saat itu Lovy masih berusia 11 bulan di bulan September 2015. Sedikit lagi skripsi saya selesai dan saya bisa mengajukan sidang skripsi. Di saat saya sedang on fire mengerjakan skripsi, saya mendapat kabar bahwa ayah kandung Lovy memiliki seorang pacar. Saya mendapatkan kabar tersebut dari teman saya di Yogyakarta. Ternyata sudah banyak yang tahu namun baru ia yang berani membocorkannya kepada saya. Perempuan itu adalah seorang SPG Rokok. Ia merupakan teman kerja mantan suami saya yang merupakan TL dari SPG Rokok tersebut.
            Padahal saat itu, saya belum sama sekali mengajukan cerai ke pengadilan karena keluarga saya mengatakan saya harus fokus skripsi dulu. Mantan suami saya yang memang sudah gila perempuan, lebih mementingkan hawa nafsunya dibandingkan anaknya. Iya, saya memilih berpisah karena beberapa kali memergoki ia berselingkuh. Meski saya baru memergoki via percakapan BBM.
            Beberapa kali teman saya menasihati agar mantan suami saya yang dulu masih menjadi suami saya itu untuk selalu dipantau. Ia memang bekerja dikelilingi oleh perempuan-perempuan cantik, tapi saya tidak habis pikir bahwa ia tega berbuat kasar kepada saya karena lebih mementingkan selingkuhan-selingkuhannya. Kenapa saya berbicara selingkuhan-selingkuhannya? Karena tidak hanya satu perempuan saja yang saya pergoki.
            Hari dimana teman saya membocorkan bahwa mantan suami saya – yang masih belum berstatus cerai itu memiliki pacar, sungguh saya merasa marah. Saya marah ternyata selama ini anak saya tidak ditengok dan tidak diberi nafkah karena ia memiliki pacar baru. Iya, saya juga mengetahui dari teman saya bahwa pacarnya sering ia transfer uang. Tapi Lovy? Seperserpun tidak pernah ditransfer oleh ayahnya untuk membeli kebutuhan Lovy.
            Saya mendapatkan pin BBM perempuan itu lalu saya add pinnya. Perempuan itu pun tanpa pikir panjang mengkonfirmasi request pin bbm saya. Awalnya saya pura-pura menjadi orang lain dan menanyakan apakah benar ini kontak BBM dari N**** P*****, ia pun menjawab iya. Lalu saya mengirimkan foto Lovy dan dari situ saya melabrak secara halus bahwa laki-laki yang ia pacari masih menyandang suami orang yang memiliki anak. Perempuan itu mengatakan tidak tahu menahu, saya pun menjelaskan secara baik-baik bahwa sudah seharusnya ia tidak memperkeruh suasana. Sayangnya yang saya dapat adalah cacian dari mantan suami saya. Ia memaki saya untuk tidak mengganggu pacarnya lagi.
            Saya selalu merasa aneh ketika saya sedang down, saya merasa Lovy selalu mengerti apa yang saya rasakan. Kala itu saya menangis mengetahui jawaban mengapa anak saya tidak pernah ditengok dan dinafkahi oleh ayahnya, ternyata karena perempuan itu. Saat saya menangis, Lovy mendekati saya lalu menyeka air mata saya. Saya tersentak. Lovy tersenyum. Ini kali kedua Lovy menyeka air mata saya. Dulu saat usianya 5 bulan, ia pun pernah menyeka air mata saya yang jatuh. Saya selalu berpikir, Lovy adalah malaikat kecil yang datang untuk menemani saya dan membuat saya kuat.
            Seminggu setelahnya, saya merasa lebih baik berdamai dengan mantan suami saya. Saya mengijinkan ia bersama perempuan lain asalkan Lovy tetap mendapatkan kasih sayang dan nafkah darinya. Saat itu, keuangan saya memang sedang kacau karena selalu saja kurang. Uang saya sudah habis sedangkan popok anak saya belum terbeli. Mau tidak mau saya mencoba menghubungi mantan suami saya. Awalnya tidak direspon, saya pun sms bahwa saya ingin ia mendengar anak saya. Ia menelpon saya. Pada saat yang pas, anak saya mengucapkan kata Mama. Ia mengatakan apa benar itu Lovy, saya bilang benar. Saya bilang, popok Lovy habis. Namun nadanya malah tinggi, ia bilang ia tidak memiliki uang. Saya masih mencoba baik-baik, saya katakan bahwa saya hanya butuh lima puluh ribu untuk beli popok Lovy. Sekali lagi ia bernada tinggi, ia bilang uangnya habis bayar cicilan motor dan mobil. Ia bilang jika cicilan motor lunas motornya akan diberikan kepada Lovy.
            Berkali-kali saya katakan, Lovy tidak butuh motor, Lovy butuh kasih sayang dan nafkah dari ayahnya. Ia lalu bernada semakin tinggi, ia katakan bahwa prioritasnya ada banyak. Kali ini saya yang marah. Dengan nada tinggi saya katakan bahwa Lovy adalah anak kandungnya dan anak adalah prioritas nomor satu bagi orang tua. Saya sungguh marah, saya sungguh malu. Saya memohon seperti mengemis hanya demi uang lima puluh ribu namun yang saya dapatkan adalah pernyataan darinya bahwa Lovy bukanlah salah satu prioritasnya. Telepon pun saya matikan. Hati saya sekali lagi hancur.
            Saya menangis mendekap di kasur. Saya tidak mendengar tante saya masuk ke dalam kamar. Ia gendong Lovy kemudian mendekati saya dan mengelus-elus punggung saya. “Tante kan udah bilang, kalau teteh gak punya uang bilang ke tante. Teteh gausah lagi ya mohon-mohon kaya tadi. Teteh denger kan anak teteh bukan prioritasnya lagi.” Saya masih menangis saat tante saya menyelipkan uang lima puluh ribu ke tangan saya. Saya malu. Sungguh sangat malu. Saya sudah menumpang dan sekarang saya merepotkan kembali tante dan om saya.
            Tante saya berkata kembali, “Mungkin cuma ini yang bisa tante bantu. Ambil ya, teh.. Kita kan gak pernah tahu apa yang ada di depan. Mungkin suatu hari nanti teteh yang bisa tolong tante saat tante membutuhkan.” Saya pun menyeka air mata saya dan memeluk tante saya, “Makasih ya, tan.. Makasih banyak..”
            Percayalah satu hal, ketika kamu terjatuh masih ada orang-orang di sekitarmu yang menyayangimu. Masih ada mereka yang peduli. Jangan pernah merasa sendiri dalam menjalani hidup. Meski kadang merasa malu untuk meminta bantuan, ingatlah kadang hidup tidak selalu berada di atas maupun selalu di bawah. Mungkin saat ini kita terjatuh lalu ditolong oleh orang-orang sekitar kita. Siapa yang tahu ketika suatu hari nanti kita akan menolong mereka saat mereka terjatuh. Intinya dalam hidup bahwa akan selalu ada prinsip tolong-menolong. Jangan pernah merasa malu untuk ditolong. :)