Cerita tentang saya dan Lovy Part 2. Oke, mungkin kali ini saya akan sedikit
bercerita tentang part sedih yang dialami saya dan Lovy. Saya juga akan
bercerita mengapa saya berpisah dengan ayah kandung Lovy. Nope, saya bercerita bukan untuk membuka luka lama. Saya hanya
ingin berbagi dan menguatkan siapapun seorang single parent seperti saya untuk tetap kuat dan melangkah maju
meski cobaan demi cobaan kalian hadapi.
Saat itu Lovy masih berusia 11 bulan di bulan September
2015. Sedikit lagi skripsi saya selesai dan saya bisa mengajukan sidang
skripsi. Di saat saya sedang on fire
mengerjakan skripsi, saya mendapat kabar bahwa ayah kandung Lovy memiliki
seorang pacar. Saya mendapatkan kabar tersebut dari teman saya di Yogyakarta.
Ternyata sudah banyak yang tahu namun baru ia yang berani membocorkannya kepada
saya. Perempuan itu adalah seorang SPG Rokok. Ia merupakan teman kerja mantan
suami saya yang merupakan TL dari SPG Rokok tersebut.
Padahal saat itu, saya belum sama sekali mengajukan cerai
ke pengadilan karena keluarga saya mengatakan saya harus fokus skripsi dulu.
Mantan suami saya yang memang sudah gila perempuan, lebih mementingkan hawa
nafsunya dibandingkan anaknya. Iya, saya memilih berpisah karena beberapa kali
memergoki ia berselingkuh. Meski saya baru memergoki via percakapan BBM.
Beberapa kali teman saya menasihati agar mantan suami
saya yang dulu masih menjadi suami saya itu untuk selalu dipantau. Ia memang
bekerja dikelilingi oleh perempuan-perempuan cantik, tapi saya tidak habis
pikir bahwa ia tega berbuat kasar kepada saya karena lebih mementingkan
selingkuhan-selingkuhannya. Kenapa saya berbicara selingkuhan-selingkuhannya?
Karena tidak hanya satu perempuan saja yang saya pergoki.
Hari dimana teman saya membocorkan bahwa mantan suami
saya – yang masih belum berstatus cerai itu memiliki pacar, sungguh saya merasa
marah. Saya marah ternyata selama ini anak saya tidak ditengok dan tidak diberi
nafkah karena ia memiliki pacar baru. Iya, saya juga mengetahui dari teman saya
bahwa pacarnya sering ia transfer uang. Tapi Lovy? Seperserpun tidak pernah
ditransfer oleh ayahnya untuk membeli kebutuhan Lovy.
Saya mendapatkan pin BBM perempuan itu lalu saya add
pinnya. Perempuan itu pun tanpa pikir panjang mengkonfirmasi request pin bbm
saya. Awalnya saya pura-pura menjadi orang lain dan menanyakan apakah benar ini
kontak BBM dari N**** P*****, ia pun menjawab iya. Lalu saya mengirimkan foto
Lovy dan dari situ saya melabrak secara halus bahwa laki-laki yang ia pacari
masih menyandang suami orang yang memiliki anak. Perempuan itu mengatakan tidak
tahu menahu, saya pun menjelaskan secara baik-baik bahwa sudah seharusnya ia
tidak memperkeruh suasana. Sayangnya yang saya dapat adalah cacian dari mantan
suami saya. Ia memaki saya untuk tidak mengganggu pacarnya lagi.
Saya selalu merasa aneh ketika saya sedang down, saya merasa Lovy selalu mengerti
apa yang saya rasakan. Kala itu saya menangis mengetahui jawaban mengapa anak
saya tidak pernah ditengok dan dinafkahi oleh ayahnya, ternyata karena
perempuan itu. Saat saya menangis, Lovy mendekati saya lalu menyeka air mata
saya. Saya tersentak. Lovy tersenyum. Ini kali kedua Lovy menyeka air mata
saya. Dulu saat usianya 5 bulan, ia pun pernah menyeka air mata saya yang
jatuh. Saya selalu berpikir, Lovy adalah malaikat kecil yang datang untuk
menemani saya dan membuat saya kuat.
Seminggu setelahnya, saya merasa lebih baik berdamai
dengan mantan suami saya. Saya mengijinkan ia bersama perempuan lain asalkan
Lovy tetap mendapatkan kasih sayang dan nafkah darinya. Saat itu, keuangan saya
memang sedang kacau karena selalu saja kurang. Uang saya sudah habis sedangkan
popok anak saya belum terbeli. Mau tidak mau saya mencoba menghubungi mantan
suami saya. Awalnya tidak direspon, saya pun sms bahwa saya ingin ia mendengar
anak saya. Ia menelpon saya. Pada saat yang pas, anak saya mengucapkan kata
Mama. Ia mengatakan apa benar itu Lovy, saya bilang benar. Saya bilang, popok
Lovy habis. Namun nadanya malah tinggi, ia bilang ia tidak memiliki uang. Saya
masih mencoba baik-baik, saya katakan bahwa saya hanya butuh lima puluh ribu
untuk beli popok Lovy. Sekali lagi ia bernada tinggi, ia bilang uangnya habis
bayar cicilan motor dan mobil. Ia bilang jika cicilan motor lunas motornya akan
diberikan kepada Lovy.
Berkali-kali saya katakan, Lovy tidak butuh motor, Lovy
butuh kasih sayang dan nafkah dari ayahnya. Ia lalu bernada semakin tinggi, ia
katakan bahwa prioritasnya ada banyak. Kali ini saya yang marah. Dengan nada
tinggi saya katakan bahwa Lovy adalah anak kandungnya dan anak adalah prioritas
nomor satu bagi orang tua. Saya sungguh marah, saya sungguh malu. Saya memohon
seperti mengemis hanya demi uang lima puluh ribu namun yang saya dapatkan
adalah pernyataan darinya bahwa Lovy bukanlah salah satu prioritasnya. Telepon
pun saya matikan. Hati saya sekali lagi hancur.
Saya menangis mendekap di kasur. Saya tidak mendengar
tante saya masuk ke dalam kamar. Ia gendong Lovy kemudian mendekati saya dan
mengelus-elus punggung saya. “Tante kan udah bilang, kalau teteh gak punya uang
bilang ke tante. Teteh gausah lagi ya mohon-mohon kaya tadi. Teteh denger kan anak
teteh bukan prioritasnya lagi.” Saya masih menangis saat tante saya menyelipkan
uang lima puluh ribu ke tangan saya. Saya malu. Sungguh sangat malu. Saya sudah
menumpang dan sekarang saya merepotkan kembali tante dan om saya.
Tante saya berkata kembali, “Mungkin cuma ini yang bisa
tante bantu. Ambil ya, teh.. Kita kan gak pernah tahu apa yang ada di depan.
Mungkin suatu hari nanti teteh yang bisa tolong tante saat tante membutuhkan.”
Saya pun menyeka air mata saya dan memeluk tante saya, “Makasih ya, tan..
Makasih banyak..”
Percayalah satu hal, ketika kamu terjatuh masih ada
orang-orang di sekitarmu yang menyayangimu. Masih ada mereka yang peduli.
Jangan pernah merasa sendiri dalam menjalani hidup. Meski kadang merasa malu
untuk meminta bantuan, ingatlah kadang hidup tidak selalu berada di atas maupun
selalu di bawah. Mungkin saat ini kita terjatuh lalu ditolong oleh orang-orang
sekitar kita. Siapa yang tahu ketika suatu hari nanti kita akan menolong mereka
saat mereka terjatuh. Intinya dalam hidup bahwa akan selalu ada prinsip
tolong-menolong. Jangan pernah merasa malu untuk ditolong. :)