Februari 2016 saat itu.
Saya dan Lovy pertama kali
menginjak Jakarta kembali setelah hari wisuda saya.
Berbekal ijazah dan keberanian, saya yakin untuk menetap di Jakarta bersama Lovy di rumah orang tua (yang saya pikir)
sementara.
Sudah saya masukkan lamaran ke
berbagai perusahaan, lewat website hingga datang ke kantor-kantor, belum ada
yang memanggil saya.
Saat itu saya belum berpikir
Jakarta keras.
Hidup saya masih ditanggung orang
tua, 500rb satu bulan, harus cukup.
Ibu menawarkan saya lebih, saya yang tak mau.
Segitu saja saya sudah malu.
Ibu menawarkan saya lebih, saya yang tak mau.
Segitu saja saya sudah malu.
Lalu saya ditawari mengantar
sepupu-sepupu saya dan juga tante.
Saya terima.
Sekali antar 10rb, kalau jauh
20rb.
Setiap minggu saya digaji oleh
tante saya.
250rb biasanya saya dapat dalam
seminggu tapi ntah berapa kali saya antar bolak-balik.
Kadang tante saya memberikan lebih.
Saya berjanji pada diri sendiri tak
ingin lagi merepotkan kedua orang tua.
Saya katakan kepada ibu agar tak perlu lagi
memberikan uang bulanan.
Saya yakinkan beliau bahwa sebentar
lagi saya akan dapat pekerjaan.
Ternyata memang kenyataan tak
seindah khayalan.
Belum juga saya dapatkan kerja
hingga mendekati puasa.
Libur sekolah. Tak antar sepupu.
Tante kadang juga tak saya antar.
Tak ada pemasukan.
Saya putar otak ini.
Saya coba buka-buka internet mencari resep makanan simpel yang sekiranya bisa saya buat.
Tadinya saya pikir bisa saja saya jual
makanan.
Saya coba buat berbagai makanan di
rumah, lumayan rasanya.
Lalu saya ingat pula, saya pintar
bikin risoles mayo.
Saya coba buat, lalu saya hubungi
Indri, teman dekat yang bekerja tak jauh dari rumah saya.
Saya katakan akan berkunjung ke
kantornya membawa makanan, saya ingin ia menyicipinya.
Seperti takdir yang memang sudah
dijalankan...
Indri bilang, kenapa tidak saya menawarkan makanan kepada teman-teman kantornya?
Ia sudah huru hara ke
teman-temannya bahwa akan ada yang datang beberapa hari nanti bawa makanan
jualan.
Saya saat itu bahagiaaaa sekali
rasanya.
Padahal belum terpikir oleh saya untuk jual ke kantor-kantor.
Indri pembuka jalan.
***
Puasa tiba.
List kantor teman sudah di
tangan.
Saya akan bergantian setiap
harinya datang ke kantor teman untuk menawarkan makanan buka puasa.
Makanan simpel penambal perut.
List sudah di tangan.
Sibuk saya buat dari pagi hingga
siang.
Minggu pertama berjalan lancar.
Namun ternyata minggu kedua tidak
selancar yang saya kira.
Saat itu, saya sudah membuat janji dengan
kakak senior SMA yang bekerja di salah satu bank dekat pondok indah.
Senang bukan main saat ia
mengizinkan saya membawa makanan ke kantornya.
Saya pikir orang bank pasti banyak
apalagi ia di gedung pusat.
Ia mengatakan bahwa saya sudah
harus sampai pukul 4 karena kantornya setengah 5 sudah bubaran.
Sudah saya siapkan semuanya.
2 plastik besar kiri dan kanan.
Saya siap berangkat membawa motor.
Lalu Lovy menangis ingin ikut.
Digendonglah ia di depan,
diikat kencang.
Berkendara motor saya ke tujuan
dengan Lovy yang mendekap erat di gendongan.
Sampai di sana jam 4 lebih, aduh saya pikir gawat.
Saya coba telpon kakak senior itu.
Tak ada jawaban.
Saya coba chat, tak kunjung
dibaca.
Padahal pukul 3 tadi ia masih
membalas chat saya.
Saya duduk depan kantornya bersama
Lovy yang masih ada di gendongan.
Dua plastik besar berisi makanan, saya letakkan di samping kanan.
Saya masih mencoba menghubungi
kakak senior itu. Tak kunjung ia angkat.
Saya coba bertanya kepada satpam,
tapi nyatanya ia tak kenal kakak senior saya itu.
Saya kebingungan sedangkan jam
sudah menunjukkan pukul 5.
Sebentar lagi buka puasa, namun
dagangan saya belum ada yang laku satupun.
Saya coba beranikan diri
menawarkan makanan yang sudah dibawa.
Hasilnya nihil.
Mungkin mereka pikir saya pengemis.
Pakaian saya lusuh, seorang anak
digendongan saya.
Dua plastik besar berisi makanan
di kanan-kiri tangan saya.
Tak ada yang beli, hanya menunggu
dengan raut wajah iba saat itu.
Seperti menunggu belas kasihan
orang yang lewat lalu lalang.
Saya coba tawarkan ke beberapa,
tapi mereka menolak.
Saya kembali menghubungi kakak
senior saya itu. Lagi-lagi tak ada jawaban.
"Mbak, jualan apa?"
tanya seorang wanita.
Terkejut saya mendengarnya.
Saya buka plastik makanan, saya perlihatkan dan saya jelaskan padanya.
Ia beli beberapa.
Lalu tak disangka, ia panggil
teman-temannya dan mengatakan saya menjual banyak takjil.
Teman-temannya datang dan membeli
banyak sekali dagangan yang saya bawa.
Terharu saya dibuatnya.
Lovy yang masih di gendongan saya ternyata tertidur.
Dagangan sata tersisa dua, saya coba chat
lagi kakak senior saya itu.
Saya bilang bahwa saya izin pulang
karena sebentar lagi buka puasa.
Tak ada balasan.
Saya pulang dengan hati terluka
namun juga lega.
Iya, saya memang terluka dengan
sikap kakak senior saya yang tidak bertanggung jawab, saya pikir itu resiko.
Namun saya legaaa sekali.
Saya lega dagangan saya hampir habis.
Sebentar lagi adzan berkumandang,
segera saya pulang bersama Lovy yang sedari tadi tidak rewel berada di
gendongan.
Di perjalanan, tak terasa air
mata ini menetes.
Memang bercampur aduk rasanya.
Hari ini saya sungguh
diperlihatkan kuasa Tuhan.
Dikecewakan namun diberikan
gantinya.
Terima kasih Tuhan. ❤️
***
Pukul 7 malam lebih, kakak
senior saya baru membalas chat saya.
Ia mengatakan maaf dengan
santainya.
Ia bilang banyak sekali pekerjaan
jadi tak sempat melihat telepon genggamnya.
Saya bilang tak apa, lagi pula
makanannya sudah habis terjual.
Ia mengatakan lega bahwa
makanannya terjual dan tak basi.
Iya kak, kamu yang basi baru
menghubungi setelah semua terjadi.
Tapi tak apa, kak.
Semua ada hikmahnya.
Terima kasih telah mengajarkan
untuk lebih menghargai orang lain.
***
Dari pengalaman saya, akhirnya saya sadar bahwa roda hidup memang berputar.
Saya yang dulu selalu meminta apapun kepada orang tua saya dengan mudah, kemudian sangat sulit mencari uang.
Saya pikir hidup saya akan bahagia setelah menikah muda, kenyataannya saya mendadak menjadi single parent.
Namun ratapan saya tidak menghasilkan apa-apa, saya harus bergerak.
Saat tak ada pekerjaan, apapun saya lakukan demi mencari uang halal.
Ntah mengantar barang, membuat pesanan makanan, apa saja...
Satu prinsip saya, jangan malu.
Jika saya ukur dengan gengsi, susu Lovy tak terbeli.
Pernah pula saya mengajukan kepada ibu saya untuk menjadi driver ojek online.
Ibu saya tidak mengizinkan, terlalu bahaya katanya karena saya pun belum satu tahun ada di Jakarta.
Saya menurutinya.
Ibu saya yang selalu meyakinkan saya bahwa kelak saya akan dapat pekerjaan yang baik.
Ilmu saya akan terpakai, tak sia-sia.
Beliau katakan saya bisa menjadi mandiri meski tanpa suami.
Saat tak ada pekerjaan, apapun saya lakukan demi mencari uang halal.
Ntah mengantar barang, membuat pesanan makanan, apa saja...
Satu prinsip saya, jangan malu.
Jika saya ukur dengan gengsi, susu Lovy tak terbeli.
Pernah pula saya mengajukan kepada ibu saya untuk menjadi driver ojek online.
Ibu saya tidak mengizinkan, terlalu bahaya katanya karena saya pun belum satu tahun ada di Jakarta.
Saya menurutinya.
Ibu saya yang selalu meyakinkan saya bahwa kelak saya akan dapat pekerjaan yang baik.
Ilmu saya akan terpakai, tak sia-sia.
Beliau katakan saya bisa menjadi mandiri meski tanpa suami.
Sampai pada akhirnya di titik ini, dimana saya sudah bisa mandiri dalam hal finansial.
Saya tidak akan pernah lupa perjuangan saya sebelumnya.
Saya tidak akan pernah lupa perjuangan saya sebelumnya.
Terhina, terinjak, dan tertindas pernah saya rasakan di usia yang terbilang belum matang.
Dari semua itu saya mengambil banyak hikmah.
Ini prinsip hidup saya: "Jika kamu punya seribu alasan untuk mengeluh, cari satu alasan untuk bersyukur."
Saya juga selalu ingat untuk menghargai orang lain karena apapun yang saya tanam, suatu hari akan saya tuai. Maka dari itu saya mencoba untuk selalu menjadi orang baik.
Namun kawan, tidaklah mudah jadi orang baik. Terkadang apa yang kita lakukan belum tentu diukur baik oleh orang lain. Atau kadang kita sudah bersikap baik, namun tidak dibalas dengan kebaikan.
Teman saya bilang, jika kita berbuat baik dan berharap dibalas dengan kebaikan, siap-siaplah untuk kecewa. So, teruslah dan tetaplah jadi orang baik meski bagaimanapun keadaannya dan seperti apapun nanti hasilnya. Tetap semangat!